Rabu, 01 Mei 2024

Hari Buruh, Pengemudi Ojol dan Taksi Online Tuntut Jadi Pekerja Tetap

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menilai peringatan hari buruh tahun ini merupakan momentum bagi pengemudi angkutan online roda dua dan roda empat untuk menuntut status sebagai pekerja tetap, bukan lagi mitra. Pasalnya, status mitra dinilai lebih banyak merugikan pengemudi.  

Lily mencontohkan jam kerja panjang yang harus dilalui pengemudi ojol dan kurir. Mereka dipaksa aplikasi untuk bekerja hingga 18 jam tanpa order dan penghasilan yang pasti. Hal itu dilakukan setiap hari tanpa ada libur ataupun cuti. Ditambah lagi dengan tarif yang murah dan potongan aplikator melebihi batas 20%, bahkan hingga 70%. 

"Padahal jam kerja 8 jam sudah diperjuangkan sejak tahun 1886 oleh kaum buruh di Amerika Serikat. Kita menjadi miris karena saat ini menunjukkan bahwa kondisi kerja semakin memburuk bagaikan perbudakan modern dengan jam kerja hingga belasan jam," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (1/5). 

Dia mengatakan, pengemudi ojol tidak mendapatkan haknya sebagai pekerja karena masih berstatus hubungan kemitraan. Kondisi tersebut juga menyebabkan pengemudi ojol dan kurir tidak bisa mendapatkan tunjangan hari raya seperti alasan yang dikemukakan Kementerian Ketenagakerjaan beberapa waktu lalu.

Untuk itu dalam Aksi May Day kali ini SPAI yang tergabung dalam GEBRAK (Gerakan Buruh Bersama Rakyat) menuntut Kementerian Ketenagakerjaan segera menetapkan status pengemudi alokasi online sebagai pekerja tetap. Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan hak-hak pekerja.

"Selama ini kami hanya sebagai budak tanpa mendapatkan upah yang layak setiap bulan," ujarnya.

Lily mengatakan, pengemudi ojol juga tidak terlindungi oleh jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan yang seharusnya dibayarkan oleh aplikator. Dengan demikian ketika pengemudi ojol sakit atau kecelakaan dan tidak dapat bekerja, otomatis tidak mendapatkan penghasilan karena tidak terlindungi oleh BPJS. Selain itu, pengemudi ojol dan kurir tidak mendapatkan cuti tahunan maupun cuti haid dan cuti melahirkan bagi pengemudi perempuan.

"Kami juga menuntut hak untuk mendirikan serikat pekerja sehingga kami mempunyai kekuatan koletif untuk perundingan melawan sanksi suspend dan putus mitra yang selama ini dilakukan secara sewenang-wenang oleh aplikator," kata Lily.

Dalam Mayday kali ini, SPAI  kami menuntut Kementerian Ketenagakerjaan untuk menepati janjinya membuat peraturan yang melindungi pekerja angkutan online, bukan membela pengusaha seperti halnya Omnibus Law. Mereka mendesak agar hubungan kemitraan dihapuskan dan digantikan dengan hubungan kerja agar pengemudi ojol dan kurir mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja tetap sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dibahas Kemenaker 

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan berencana mengatur hubungan kerja kemitraan buntut ramai pembahasan terkait THR untuk ojek online atau ojol.  Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menjadwalkan pembahasan aturan tentang hubungan pengemudi ojek daring dan aplikator tersebut mulai bulan depan.

Salah satu topik yang akan dibahas dalam aturan tersebut adalah pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan pada pengemudi ojek daring. Untuk diketahui, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 mengatur THR  keagamaan hanya diberikan pada pekerja dengan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. Sementara itu, hubungan kerja pengemudi ojek daring dan aplikator adalah kemitraan.

"Aturan baru ini sudah kami siapkan sesuai arahan dari Komisi IX DPR. Mereka minta kesejahteraan pengemudi ojek daring ditambah THR Keagamaan," kata Afriansyah di Gedung Vokasi Kemenaker, Kamis (4/4). Afriansyah menjadwalkan pembahasan awal beleid anyar tersebut dilakukan setelah Hari Buruh Nasional pada 1 Mei 2024.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, posisi pemerintah saat ini hanya sebatas imbauan ke aplikator untuk memberikan THR pada pengemudi ojek daring. Dengan kata lain, aplikator tidak wajib membayarkan thr dan tidak akan terkena sanksi jika tidak memberikan THR. 

Indah menilai aplikator ojek daring sejauh ini telah memberikan beberapa insentif selama Ramadan, seperti service motor dan mobil gratis. Selain itu, Indah mencatat pengemudi ojek daring akan mendapatkan bonus jika bekerja mendekati waktu buka puasa. "Kalau semua insentif itu diubah, kesejahteraan pengemudi ojek daring akan sedikit lebih baik," kata Indah.

Sumber: https://katadata.co.id/digital/startup/6631e81168001/hari-buruh-pengemudi-ojol-dan-taksi-online-tuntut-jadi-pekerja-tetap



Rabu, 20 Maret 2024

Serikat Pekerja Tolak Skema THR Ojol dan Kurir Berupa Insentif

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menolak skema pemberian tunjangan hari raya (THR) untuk pengemudi ojek online (ojol) dan kurir berupa insentif. 

Ketua SPAI Lily Pujiati menilai pemberian THR berupa insentif bagi para pengemudi yang menyelesaikan orderan saat Lebaran sebagaimana yang pernah diterapkan tahun sebelumnya bukanlah THR. 

Pasalnya, pengemudi wajib menjalankan pekerjaan untuk mendapatkan insentif tersebut. Sementara THR yang diinginkan seharusnya diberikan kepada seluruh pengemudi tanpa harus menjalankan orderan. 

"Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, kami menolak aturan aplikator dalam pemberian insentif Lebaran. Hal itu jelas bukanlah THR," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/3/2024).  

Selain itu, dia menegaskan, pembayaran THR seharusnya dilakukan secara penuh dan diberikan paling lambat 7 hari sebelum Lebaran. 

Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. 

"Untuk itu kami akan melakukan pemantauan bersama komunitas dan serikat pekerja ojol dan kurir dengan membuka Layanan Pengaduan THR," ucapnya. 

Selain THR, SPAI juga meminta agar perusahaan memberikan hak bagi pengemudi untuk mendapatkan hari libur untuk berkumpul bersama keluarga dan saudara di Hari Raya Keagamaan. 

Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengungkapkan para pengemudi ojol dan kurir berhak mendapatkan THR keagamaan.


Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, hal ini lantaran pengemudi ojol dan kurir logistik termasuk ke dalam pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). 

"Ojek online termasuk yang kami imbau untuk dibayarkan. Walaupun hubungan kerjanya adalah kemitraan tapi masuk dalam kategori pekerja waktu tertentu PKWT. Jadi ikut dalam coverage SE THR ini," ujarnya saat konferensi pers di Gedung Kemenaker, Jakarta, Senin (18/3/2024). 

Indah menyebutkan, pihaknya telah memberitahukan informasi ini ke para aplikator atau penyedia platform ojol untuk membayar THR kepada para pengemudinya. 

"Kami sudah jalin komunikasi dengan para direksi, manajemen, para ojek online atau khususnya platform digital. Pekerja dengan bekerja menggunakan platform digital termasuk kurir-kurir logistik untuk juga dibayarkan THR-nya sebagaimana tercakup dalam SE THR ini," ucap Indah.

Sumber: https://money.kompas.com/read/2024/03/20/125343526/serikat-pekerja-tolak-skema-thr-ojol-dan-kurir-berupa-insentif?page=1 

Selasa, 10 Oktober 2023

Ribuan Ojol Demo Tolak Jam Kerja Diatur dan Minta Jadi Karyawan

Pengemudi ojek online atau ojol berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Selasa (10/10). Mereka menolak kebijakan mengatur jam kerja, dan meminta status mitra diubah menjadi karyawan.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia atau SPAI Lily Pujiati menyampaikan, jumlah pengemudi ojol yang mengikuti demo sekitar 1.500. Aksi ini diikuti oleh berbagai organisasi ojek online di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi atau Jabodetabek, di antaranya:

  1.  SPAI
  2. Maluku Online Bersatu Nusantara
  3. Go Graber Indonesia
  4. Pejuang Aspal Nusantara
  5. Aliansi Ojol Indonesia
  6. Garis Keras Maxim Jabodetabek

Lily menyampaikan, Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker berencana membuat aturan terkait kemitraan atau tenaga kerja luar hubungan kerja (TKLHK). Beberapa media melaporkan, setidaknya ada lima poin yang diatur dalam regulasi anyar tersebut, di antaranya:

  1.  Ada persyaratan kerja, seperti minimal berusia 18 tahun dan memenuhi kualifikasi
  2. Imbal hasil mencakup komisi, insentif atau bonus yang harus disepakati oleh perusahaan dengan mitra pengemudi taksi dan ojek online alias ojol
  3. Jam kerja, tidak boleh lebih dari 12 jam per hari. Jika lebih, maka aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim, dan inDrive harus menonaktifkan aplikasi driver taksi maupun ojek online atau ojol.
  4. Jaminan sosial. Aplikator wajib mendaftarkan driver taksi maupun ojek online alias ojol dan kurir dalam program jaminan sosial sebagai peserta bukan penerima upah.
  5. Keselamatan dan kesehatan kerja. Ada syarat-syarat terkait keselamatan dan kesehatan kerja.

SPAI menolak rencana Kemenaker mengatur jam kerja pengemudi taksi dan ojek online alias ojol. “Sebab, tanpa adanya kepastian pendapatan,” kata Lily kepada Katadata.co.id, Selasa (10/10).

Setidaknya ada tiga tuntutan pengemudi taksi maupun ojek online alias ojol terkait jam kerja, yakni:

  1.  Tolak rencana Kemenaker yang akan membatasi jam narik ojol selama 12 jam 
  2. Tolak rencana Kemenaker yang akan mematikan aplikasi ojol selama satu hari dalam seminggu 
  3. Tolak rencana Kemenaker yang akan mematikan aplikasi ojol selama 30 menit setelah dua jam onbid

Terlebih lagi, jika regulasi tersebut masih menetapkan pengemudi taksi dan ojek online alias ojol sebagai mitra aplikator, bukan karyawan. Maka pengaturan jam kerja bisa berdampak terhadap pendapatan mereka.

Dalam demo kali ini, para pengemudi taksi maupun ojek online alias ojol juga mengeluhkan perbedaan tarif layanan berbagi tumpangan atau ride hailing dengan pengantaran makanan maupun barang.

“Ini diperparah dengan aturan tarif Rp 5 ribu untuk pengantaran makanan,” ujar Lily. Menurutnya, kebijakan terkait tarif dan diskon pengiriman ini mengeksploitasi mitra driver taksi maupun ojek online alias ojol.

“Tarif dan diskon tersebut belum menghitung macet, penutupan jalan, banjir, bensin, serta waktu dan tenaga yang ditanggung oleh pengemudi,” Lily menambahkan.

Belum lagi, aplikator bisa memberikan sanksi berupa suspend atau pembekuan akun sementara, denda hingga pemutusan mitra. Skema ini dinilai merugikan pengemudi.

Oleh karena itu, ia mereka juga menuntut agar status pengemudi taksi maupun ojek online alias ojol diubah dari mitra menjadi karyawan.

“Dengan begitu, kami bisa mendapatkan kepastian pendapatan dengan adanya upah minimum, kondisi kerja yang layak delapan jam kerja, empat jam lembur dalam enam hari kerja, dan hak-hak sebagai pekerja sesuai UU Ketenagakerjaan,” ujarnya.

Sumber: https://katadata.co.id/digital/startup/6525200283dbe/ribuan-ojol-demo-tolak-jam-kerja-diatur-danminta-jadi-karyawan


Selasa, 01 Agustus 2023

SPAI Nilai Rancangan Aturan Perlindungan Sopir Ojol dan Kurir Bersifat Eksploitatif

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menanggapi soal penyusunan aturan perlindungan tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi. Dia menilai regulasi yang tengah digodok Kementerian Ketenagakerjaan itu justru eksploitatif dan mengaburkan hubungan kerja antara aplikator dengan pengemudi ojol dan kurir.

"Karena dalam peraturan tersebut masih menerapkan imbal hasil yang selama ini sarat akan potongan aplikator yang sangat besar melebihi ketentuan," ujar Lily dalam keterangannya kepada Tempo, Senin, 31 Juli 2023. 

Selain itu, Lily mengungkapkan potongan tersebut dilakukan sepihak dan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai kepentingan aplikator. Seharusnya, menurut SPAI, peraturan tersebut menetapkan pengemudi dan kurir sebagai penerima upah minimum selayaknya pekerja pada umumnya.

SPAI juga menolak ketentuan jam kerja selama 12 jam. Pasalnya, aturan itu memberatkan pengemudi dan kurir serta bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan. Karena itu, SPAI menyarankan ketentuan delapan jam kerja dan tambahan jam lembur maksimal tiga jam dengan persetujuan pengemudi. 

Ia berujar ketentuan delapan jam kerja ini berlaku untuk lima hari kerja dalam seminggu. Lily pun menggarisbawahi pemerintah perlu menjamin para sopir ojol dan kurir mendapatkan upah kerja lembur. 

Lebih lanjut, SPAI menekankan perlunya aturan ihwal hak pengemudi dan kurir perempuan dalam mendapatkan cuti haid, cuti melahirkan, dan cuti keguguran. Serta kesempatan untuk menyusui anaknya. Aplikator juga dinilai wajib membayar upah secara penuh dalam setiap cuti tersebut.

SPAI juga menolak jaminan sosial dengan status bukan penerima upah. Sebaliknya, menurut Lily, pengemudi dan kurir berhak atas jaminan sosial selayaknya pekerja penerima upah dengan ketentuan iuran dibayarkan oleh perusahaan atau aplikator. 

Adapun jaminan sosial yang diminta SPAI mencakup jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kehilangan pekerjaan. SPAI juga menuntut hak membentuk serikat pekerja bagi pengemudi ojol dan kurir. 

"Agar pengemudi ojol tidak semena-mena diberikan sanksi suspend atau putus mitra sepihak dari aplikator," kata Lily. Selain itu, ia menegaskan pengemudi berhak melakukan perundingan bersama atas regulasi yang sedang disusun. Sebab, SPAI menilai selama ini ketentuan yang ada kerap merugikan pihak sopir ojol dan kurir lantaran ditetapkan sepihak oleh aplikator.

Ia kembali mendorong agar pemerintah menetapkan hubungan kerja antara aplikator dengan pengemudi dan kurir, bukan lagi hubungan kemitraan. Sehingga pengemudi ojol dan kurir mendapatkan hak-haknya secara penuh sebagai pekerja sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1754503/spai-nilai-rancangan-aturan-perlindungan-sopir-ojol-dan-kurir-bersifat-eksploitatif

Minggu, 30 Juli 2023

Menhub Klaim Pendapatan Sopir Ojol Naik Berkat Motor Listrik, SPAI Ungkap Sebaliknya

TEMPO.COJakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati merespons klaim Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi bahwa pendapatan sopir ojek online atau ojol naik berkat adanya motor listrik.

Menurut Lily, pernyataan tersebut tidak benar lantaran para pengemudi ojol terbebani biaya sewa motor listrik yang harus dibayar setiap harinya. "Fakta yang terjadi justru sebaliknya, karena pengemudi ojol terpaksa bekerja tanpa libur untuk membayar sewa motor listrik ke aplikator," kata Lily dalam keterangannya kepada Tempo, Sabtu malam, 29 Juli 2023. 

Ia mengungkapkan para sopir ojol terdesak untuk bekerja dari pagi buta hingga larut malam karena mereka setiap hari diwajibkan menyetor biaya sewa sebesar Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu. Alhasil, sopir ojol tetap harus membayar sewa motor listrik meski saat tidak bisa bekerja karena sakit. 

Kondisi ini dinilai sangat memberatkan, terlebih bagi pengemudi ojol perempuan yang sedang haid atau hamil. Alih-alih mendapatkan cuti haid atau cuti hamil, tutur Lily, sopir ojol perempuan dipaksa untuk mengeluarkan biaya sewa motor listrik.

Karena itu, Lily menilai pernyataan Budi merupakan wujud ketidakhadiran negara bagi para pengemudi ojek online. Menurutnya, klaim Menhub tersebut juga menunjukkan tidak berpihaknya pemerintah pada kepentingan pengemudi ojol. 

Lebih lanjut, ia menekankan kondisi kerja yang tidak layak ini disebabkan oleh status kerja sopir ojol. Seperti diketahui, sopir ojol masih dianggap sebagai mitra oleh aplikator sehingga tidak bisa menuntut hak-haknya seperti karyawan. 

Status mitra ini, menurut SPAI, juga diperburuk dengan adanya aturan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019. Dalam beleid itu disebutkan bahwa hubungan aplikator dengan pengemudi ojol adalah hubungan kemitraan. "Aturan ini sangat tidak berdasar dan berpihak kepada aplikator," kata Lily. 

Dengan demikian, SPAI menuntut agar Budi Karya Sumadi membatalkan aturan tersebut. Pasalnya, penentuan status hubungan kerja bukan wewenang Menhub. Selain itu, Lily menggarisbawahi aturan itu bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Alasannya, dalam undang-undang tersebut, status pengemudi ojol adalah pekerja yang mendapatkan upah, mendapatkan perintah dan pekerjaan dari aplikator.

SPAI menilai pemerintah hingga saat ini masih belum berani menetapkan pengemudi ojol sebagai pekerja. Seharusnya sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan, pengemudi ojol berhak atas status pekerja. 

Dengan status pekerja, pengemudi ojol berhak mendapatkan upah minimum setiap bulannya, upah lembur, jam kerja 8 jam, hari istirahat, jaminan sosial hingga membentuk serikat pekerja.

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1753654/menhub-klaim-pendapatan-sopir-ojol-naik-berkat-motor-listrik-spai-ungkap-sebaliknya

Selasa, 18 April 2023

Jokowi Bagikan Sembako ke Pengemudi Ojol, SPAI: Seharusnya Jadi Contoh Kementerian Ketenagakerjaan

TEMPO.COJakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menanggapi soal pembagian Sembako oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada ratusan pengemudi ojek online (Ojol). Menurutnya, hal tersebut seharusnya menjadi contoh bagi Kementerian Ketenagakerjaan untuk lebih memperhatikan nasib para pengemudi Ojol.  

"Seharusnya dijadikan contoh oleh Kementerian Ketenagakerjaan, bukan justru menyatakan bahwa pengemudi Ojol tidak berhak mendapatkan THR dengan alasan hubungan kemitraan," tutur Lily kepada Tempo pada Senin, 17 April 2023. 

Lily menilai hubungan kemitraan yang ditetapkan sepihak oleh perusahaan angkutan online atau aplikator hanya untuk menutupi hubungan kerja yang sesungguhnya terjadi.  Alhasil, aplikator memperoleh profit dengan mengabaikan hak-hak pekerja Ojol. 

Lily mengungkapkan selama ini aplikator telah mengabaikan hak para pengemudi seperti upah minimum, jam kerja 8 jam, upah lembur, cuti haid dan melahirkan. Ditambah tidak adanya hak membentuk serikat pekerja seperti yang diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.

Menurut Lily, seharusnya hubungan antara aplikator dengan pengemudi Ojol memenuhi tiga unsur hubungan kerja yaitu pekerjaan, perintah dan upah. Begitupun terhadap pengemudi angkutan online lainnya seperti kurir, baik roda dua maupun roda empat. 

Ketiga unsur tersebut yang diatur Undang-undang Ketenagakerjaan, dalam praktiknya telah ditetapkan aplikator di dalam aplikasi yang digunakan pengemudi saat menjalankan pekerjaan.  Alhasil, customer tidak dapat berinteraksi dengan pengemudi Ojol tanpa aplikasi buatan aplikator.

Karena itu, semua perintah yang ada di dalam aplikasi wajib dijalankan oleh pengemudi Ojol. Imbasnya, bila pekerjaan mengantarkan penumpang, barang, dan makanan tidak diselesaikan sesuai ketentuan di aplikasi, pengemudi Ojol akan terkena sanksi. Di antaranya sanksi denda, suspend, hingga putus mitra atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Ini jelas menandakan bahwa kendali penuh ada di dalam aplikasi yang diatur oleh aplikator," ucap Lily. Kondisi tersebut membuat pengemudi Ojol tidak bebas untuk melakukan pekerjaan di dalam aplikasi karena ketiga unsur hubungan kerja tersebut telah ditetapkan oleh aplikator.

Karena itu, ia menilai momen menjelang lebaran tahun ini adalah kesempatan bagi Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan sebagai pembantu Presiden untuk membuktikan bahwa negara hadir memenuhi hak-hak pekerja. Ia berharap upaya itu dilakukan dengan menetapkan status pekerja bagi pengemudi Ojol, bukan mitra aplikator. Sehingga, para pengemudi Ojol bisa mendapatkan haknya termasuk tunjangan hari raya. 

Sumber: https://bisnis.tempo.co/read/1716347/jokowi-bagikan-sembako-ke-pengemudi-ojol-spai-seharusnya-jadi-contoh-kementerian-ketenagakerjaan


Selasa, 06 September 2022

Pertemuan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) & Kantor Staf Presiden (KSP)

Pertemuan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) dan Kantor Staf Presiden (KSP). Foto: SPAI



 Pada 5 September 2022, Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) telah bertemu dan berdiskusi dengan KSP.


Ada beberapa hal yang disampaikan SPAI dalam pertemuan tersebut: 


- SPAI menuntut aplikator untuk menurunkan potongan aplikator max. 10% karena selama ini potongan 20% sangat memberatkan ojol, bahkan banyak terjadi potongan hingga 46%.


- SPAI meminta pemerintah untuk membuat forum tripartit yang menghadirkan aplikator & driver ojol dengan KSP sebagai mediator.


- SPAI mendesak pemerintah untuk menetapkan status ojol sebagai Pekerja Tetap, bukan Mitra, sesuai ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan agar hak-hak ojol sebagai pekerja terpenuhi.


- SPAI menuntut komitmen pemerintah dalam mengeluarkan peraturan yang berpihak kepada ojol, termasuk soal tarif baru ojol yang tanpa kejelasan waktu pelaksanaannya hingga kenaikan harga BBM yang memberatkan ojol.


- SPAI menyampaikan aspirasi kawan-kawan ojol terkait aturan, tindakan sepihak dan pelanggaran aplikator yang sangat merugikan pekerja angkutan online yang menciptakan kondisi kerja yang tidak layak.


Setelah mendengar aspirasi di atas, KSP berjanji akan menindaklanjuti ke Kementerian terkait sesuai tugas & wewenang KSP.